Tahu Bulat Laser

Tahu Bulat Laser
Agen Tunggal Surabaya - 081230174960

Kamis, 25 Februari 2010

Masyarakat Bisa Jadi Korban


Info : http://m.kompas.com/news/read/data/2010.01.11.03360346

Pemberlakuan sebagian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus ditunda karena prasarana dan sarana pelaksanaan undang-undang tersebut belum siap. Jika pemerintah tetap memberlakukan, masyarakat akan menjadi korban.

Ahli hukum pidana Prof Dr Indriyanto Seno Aji mengemukakan pendapat tersebut, Minggu (10/1) di Jakarta, karena menilai prasarana dan sarana pelaksanaan undang-undang itu belum siap.

”Siapkan dulu sistem, prasarana, dan sarana berkait pelaksanaan undang-undang itu secara matang. Jika tidak, publik, masyarakat akan bingung lalu mereka akan menjadi korban undang-undang,” katanya.

Ia melihat persiapan pelaksanaan undang-undang tersebut juga belum bisa mengikat secara nasional sehingga dikhawatirkan malah menimbulkan kecurigaan akan muncul implikasi korupsi atau suap seperti selama ini terjadi di jalanan. Publik akan menjadi korban kondisi ini, sebab dengan alasan UU belok kiri tidak boleh langsung, pengendara bisa ditindak, padahal rambunya belum ada.

”Departemen teknis atau lembaga bersangkutan, seperti Polri, harus meminta penundaan beberapa pasal tertentu kepada pemerintah lewat penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu,” usul Indriyanto.

UU Lalu lintas yang berlaku sejak diundangkan pada 22 Juni 2009 untuk menggantikan UU No 14/1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memiliki 326 pasal yang memuat jauh lebih banyak aturan, di antaranya 44 pasal pidana. Pemerintah kini sedang menyelesaikan 600 pasal di peraturan pemerintah pelaksanaan UU Lalu Lintas 2009.

Pasal pidana pada UU baru itu tak hanya mengancam pengemudi kendaraan pelanggar aturan, tetapi juga siap menghukum penyelenggara jalan, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum atau dinas pekerjaan umum sesuai kelas jalan.

Indriyanto heran, mengapa begitu banyak pasal, apalagi keberadaan pasal pidana. Padahal, pelanggaran administratif semacam itu seharusnya hanya perlu sanksi administratif, seperti peringatan sampai pencabutan SIM atau denda uang. Namun, jika kesalahan berupa kelalaian, itu masuk ranah hukum pidana.

Ia mengimbau polisi dan instansi berkait membuat sistem pembayaran denda yang memudahkan masyarakat dan memperkecil celah korupsi. Sistem pembayaran denda langsung ke rekening pemerintah di bank akan menjadi solusi tepat.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Suroyo Alimoeso menegaskan, UU telah berlaku. Hal yang sama dikemukakan Wakil Direktur Lalu Lintas Markas Besar Polri Komisaris Besar Didik Purnomo. ”Pasal baru seperti larangan langsung belok kiri masih tahap sosialisasi, tetapi di Jakarta pelanggarnya tetap kena sanksi teguran walau masih selektif,” tutur Didik, akhir pekan lalu.

Lama sosialisasi untuk setiap wilayah berbeda sehingga pihaknya menyerahkan sepenuhnya soal itu kepada pejabat di wilayah masing-masing.

Didik menyatakan, pihaknya siap menegakkan peraturan sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang tersebut. Ditanya bagaimana dengan kondisi infrastruktur yang belum siap, ia menyerahkan keadaan itu kepada instansi yang terkait dengan bidang tersebut. Yang jelas, apabila ada instansi pemerintah tak melaksanakan UU tersebut, polisi akan tetap menindaknya.

”Penegakan hukum akan tetap kami lakukan sesuai amanat undang-undang,” lanjutnya.

Soal adanya kecurigaan masyarakat, beratnya sanksi dalam UU itu justru akan membuat oknum polisi bermain, Wakil Direktur Lalu Lintas Mabes Polri itu meminta masyarakat yang merasa dirugikan oknum polisi melapor ke kantor polisi setempat. ”Pasti ditindak,” ujarnya.

Belum semua tersedia

Di Jakarta, rambu dan syarat lain, seperti keberadaan terminal agar UU itu bisa diberlakukan, belum semua tersedia. Menurut pengamatan Kompas, banyak perempatan atau pertigaan lampu merah belum terpasang rambu larangan terbaru, seperti larangan langsung belok kiri.

Demikian juga dengan penyediaan trotoar dan jalur sepeda serta halte dan terminal. ”Sejak Desember lalu Dishub menambah dan memperbaiki ratusan lampu lalu lintas pengatur belok kiri di jalan arteri dan kolektor. Secara bertahap, kami akan terus menambah lampu pengatur belok kiri agar pengendara tak langsung belok ke kiri,” kata Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Riza Hasyim.

Adapun penyediaan lajur kiri untuk sepeda motor masih terbatas di Jalan protokol seperti Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin. Penambahan jalur sepeda motor untuk Jalan Gatot Subroto masih dalam rencana yang belum jelas kapan pelaksanaannya. Padahal, dalam UU Lalu lintas, semua sarana tadi menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan.

Di kota lain seperti Surabaya, Bandung, dan Medan, upaya menyosialisasikan UU itu terus dilakukan. Kepala Satuan Lalu Lintas Polwiltabes Surabaya Ajun Komisaris Besar Agus Wijayanto menyatakan, pihaknya melakukan sosialisasi internal dulu kepada anggotanya, setelah itu menggelar road show ke perusahaan swasta, sekolah, dan media massa sejak Agustus 2009.

Wali Kota Medan Rahudman Harahap memilih sosialisasi tertib lalu lintas antara lain dengan datang ke sekolah-sekolah. Sedangkan Kepala Satuan Lalu lintas Polwitabes Bandung Ajun Komisaris Besar Prahoro Tri Wahyono dan jajarannya menyebarkan pamflet, datang ke sekolah dan komunitas sepeda motor. (NEL/ECA/RYO/BEE/ ABK/MHF/WSI/TRI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar